Written by Fajar Marta on . Hits: 404

Berpikir adalah poros penting jati diri manusia. Dalam benak pemikiran manusia selalu muncul dorongan untuk berpikir, bertanya, lalu mencari jawaban segala sesuatu yang ada, dan akhirnya manusia disebut sebagai makhluk pencari kebenaran. Dalam ungkapan yang juga dipopuler kan oleh Descartes, ia mengatakan: "cogito, ergo sum" yang berarti: aku berpikir, maka aku ada. Dengan berpikir, hadir pengenalan manusia terhadap eksistensi dirinya.

Sebagian manusia mungkin tertarik untuk bersikap cuek terhadap seluruh pertanyaan yang pernah singgah di kepalanya. Tetapi, bisakah seorang tak pernah berpikir sama sekali, terhadap semua pertanyaan seperti :

  1. Untuk apa ia hidup ?
  2. Untuk apa ia bahagia ?
  3. Untuk apa ia makan ?
  4. Mengapa harus hidup ?
  5. Mengapa harus berkelakuan baik ?
  6. Benarkah Tuhan ada ?
  7. Benarkah keadilan itu ada ?
  8. Dan masih banyak pertanyaan lain yang juga harus ia jawab.

Proses kegiatan berpikir inilah yang akhirnya membawa umat manusia kepada kemajuan hingga abad ke-21 ini. Dalam semua aspek, manusia telah mengalami kemajuan yang sedemikian pesat akibat dari kegiatan berpikir serius dimana penggunaan akal memiliki peranan yang sangat penting di dalamnya. Kemajuan di bidang ilmu dan teknologi telah membuat manusia memperkecil jarak antara dia dan alam sekitarnya. Jarak perjalanan yang semula ditempuh dalam jangka waktu yang sangat lama, sekarang bisa ditempuh dalam jangka waktu yang sedemikian cepat.

Pertanyaan timbul kembali

  1. Apakah benar semua kemajuan itu benar- benar membawa manusia kepada cita-cita yang dia harapkan? Benarkah bahwa manusia telah bahagia ?
  2. Ataukah semua itu hanya membuat manusia menjadi manusia yang tak mengerti terhadap dirinya sendiri (alienasi) ?

Sufi Islam Jalaluddin Rumi menuliskan syair puisinya tentang proses pengenalan diri :

Jangan puas dengan kisah-kisah,

Tentang apa yang telah terjadi dengan orang lain

Sibak mitos dirimu sendiri

Kenali dirimu, alami sendiri, agar kaukenali Tuhanmu.

Salah satu ungkapan yang sangat masyhur di kalangan praktisi tasawuf Islam dari dahulu hingga sekarang adalah man arafa nafsahu arafa rabbahuArtinya, “Barang siapa yang mengenal dirinya, sungguh ia telah mengenal Tuhannya.”

Dalam Surat Al-maidah (5) ayat 8, artinya :

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak (kebenaran) karena Allah (dan) saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena (adil) itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan”.

Surat Al-maidah (5) ayat 8 memberi petunjuk betapa kedekatan antara hukum dan keadilan, dimana Allah menyuruh berlaku adil, berarti antara hukum, manusia dengan keadilan tidak dapat dipisahkan. Sehingga bagi setiap pengemban hukum wajib mendistribusikan setiap keadilan yang sudah ada pada dirinya. Inilah konsep qur’ani yang melekatkan keadilan pada diri pengemban hukum dengan hukum.

Sebagaimana dalam pemikiran Amran Suadi, jika hukum islam mengatakan bahwa keadilan itu inhern pada diri manusia itu sendiri, itulah sebabnya Tuhan memerintahkan manusia untuk berlaku adil bukan memerintahkan untuk mencari keadilan.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Alquran dan terjemahan.

Amran Suadi, Filsafat Keadilan Biological Justice Dan Praktiknya Dalam Putusan Hakim, Kencana, Jakarta, 2020.

Amran Suadi, Filsafat Pengetahuan Dan Kebenaran Implementasi Dalam Putusan Hakim, Kencana, Jakarta, 2022.

Ansharullah, Pengantar Filsafat, Kalimantan Selatan: LPKU, 2019.

Fokky Fuad Wasitaatmadja, Filsafat Hukum Akar Relegiositas Hukum, Kencana, Jakarta, 2015.

 

 

by. Mohammad Fajar Marta

Hubungi Kami

Pengadilan Agama Selatpanjang
Jl. Dorak, Banglas, Kec. Tebing Tinggi,
Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau 28791

(0763) 32220/434000
email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

Lokasi Kantor

Copyright © 2021 TIM IT PA Selatpanjang