on . Hits: 2908

PROFIL DAN SEJARAH PENGADILAN AGAMA SELAT PANJANG

 

SEJARAH PENGADILAN AGAMA

a.   Peradilan Agama pada Masa Penjajahan Belanda

Sebelum Islam masuk ke Indonesia, di jawa dikenal dua peradilan, yaitu Peradilan Padu (pidana) dengan menggunakan hukum hindu dan Peradilan Perdata dengan menggunakan hukum adat.

Sejak ahun 1800, pemerintah Hindia Belanda telah secara tegas mengakui bahwa UU Islam (hukum Islam) berlaku bagi orang Indonesia yang bergama Islam. Pengakuan ini tertuang dalam peraturan perundang-undangan tertulis pada 78 reglement op de beliedder regeerings van nederlandsch indie disingkat dengan regreeings reglement (RR)  staatsblad tahun 1854 No. 129 dan staatsblad tahun 1855 No. 2. Peraturan ini mengakui bahwa telah diberlakukan undang-undang agama (godsdienstige wetten) dan kebiasaan penduduk Indonesia.

Pasal 78 RR 1854 berbunyi: “dalam hal terjadi perkara perdata antara sesama orang Indonesia asli atau dengan orang yang dipersamakan dengan mereka, maka mereka tunduk pada putusan hakim agama atau kepada masyarakat mereka menurut UU agama atau ketentuan-ketentuan lama mereka.”

Pada Pada periode tahun 1882 sampai dengan 1937 secara yuridis formal, peradilan agama sebagai suatu badan peradilan yang terkait dalam sistem kenegaraan untuk pertama kali lahir di Indonesia (Jawa dan Madura) pada tanggal 1 agustus 1882 kelahiran ini berdasarakan suatu keputusan raja Belanda (Konninklijk Besluit) yakni Raja Willem III tanggal 19 januari 1882 No. 24 yang dimuat dalam staatsblad 1882 No. 152. Badan peradilan ini bernama Priesterraden yang kemudian lazim disebut dengan rapat agama atau Raad Agama dan terakhir dengan pengadilan agama.

Keputusan raja Belanda ini dinyatakan berlaku mulai tanggal 1 Agustus 1882 yang dimuat dalam Staatblad 1882 No.153, sehingga dengan demikian dapatlah dikatakan tanggal kelahiran badan Peradilan Agama di Indonesia adalah 1 Agustus 1882.

Pada tahun 1937 dengan No. 116 dan 610, pemerintah Belanda membentuk Pengadilan di Kalimantar Selatan dan Timur, dengan sebutan Mahkamah Syari’ah, yang berwenang mengadili perkara perkawinan dan kewarisan.

b.      Peradilan Agama pada masa penjajahan Jepang

Pada zaman Jepang, posisi Pengadilan Agama tetap tidak berubah kecuali terdapat perubahan nama menjadi Sooryo Hooin. Pemberian nama baru itu didasarkan pada aturan peralihan pasal 3 Osanu Seizu tanggal 7 Maret 1942 No. 1. Pada tanggal 29 April 1942, pemerintah bala tentara Dai Nippon mengeluarkan UU No. 14 tahun 1942 yang berisi pembentukan Gunsei Hoiin (Pengadilan Pemerintah Bala tentara) di tanah Jawa dan Madura. Dalam pasal 3 UU ini disebutkan bahwa Gunsei Hooin terdiri dari:

  • Tiho Hooin (Pengadilan Negeri)
  • Keizai Hooin (Hakim Polisi)
  • Ken Hooin (Pengadilan Kabupaten)
  • Gun Hooin (Pengadilan kewedanan)
  • Kiaikoyo Kootoo Hooin (Mahkamah Islam Tinggi)
  • Sooryoo Hooin (Rapat Agama)

c.      Peradilan Agama pada awal Kemerdekaan

Pada tanggal 3 Januari 1946 dengan Keputusan Pemerintah Nomor lJSD dibentuk Kementrian Agama, kemudian dengan Penetapan Pemerintah tanggal 25 Maret 1946 Nomor 5/SD semua urusan mengenai Mahkamah Islam Tinggi dipindahkan dari Kementrian Kehakiman ke dalam Kementrian Agama. Langkah ini memungkinkan konsolidasi bagi seluruh administrasi lembaga-lembaga Islam dalam sebuah wadah / badan yang bessifat nasional. Berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 menunjukkan dengan jelas maksud-maksud untuk mempersatukan administrasi Nikah, Talak dan Rujuk di seluruh wilayah Indonesia di bawah pengawasan Kementrian Agama (Achmad Rustandi: 3)

d.      Peradilan Agama sejak tahun 1974

Melalui Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman RI,  No.14/1970, memberikan kedudukan Peradilan Agama sejajar dengan Pengadilan yang lain sebagai lembaga kekuasaan Negara yang menyelenggarakan peradilan.

Kekusaan Kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna mengakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasilan demi terselenggarnya Negara Hukum Republik Indonesia” (UU Kekasaan Kehakiman No. 14/1970 ps.1)

Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan: a. Peradilan Umum, b. Peradilan Agama, c. Peradilan Militer, dan d. Peradilan Tata Usaha Negara”. (UU Kekuasaan Kehakiman No. 14/1970 ps. 10)

Lahirnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, memberikan landasan untuk mewujudkan peradilan agama yang mandiri, sederajat dan memantapkan serta mensejajarkan kedudukan peradilan agama dengan lingkungan peradilan lainnya.

e.      Sejarah terbentuknya Pengadilan Agama Selatpanjang

Pengadilan Agama Selatpanjang adalah Peradilan Agama pada tingkat pertama yang merupakan Pengadilan Agama di wilayah hukum Pengadilan Tinggi Agama Pekanbaru.

Pengadilan Tinggi Agama Pekanbaru sebagai Peradilan tingkat banding di wilayah Propinsi Riau. Pengadilan Agama Selatpanjang terbentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama No.34 tahun 1972 tentang Pembentukan Kantor-Kantor Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah Di Dalam Daerah Propinsi Riau, Jambi, Aceh dan Sumatera UtaraPembentukan Kantor-Kantor Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah Di Dalam Daerah Propinsi Riau, Jambi, Aceh dan Sumatera Utara.

Peradilan Agama merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu yang diatur dalam undang-undang. Kekuasaan kehakiman dilingkungan Peradilan Agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama (Pengadilan Tingkat Pertama) dan Pengadilan Tinggi Agama (Pengadilan Tingkat Banding), dan Puncak dari kekuasaan Kehakiman dilingkungan Pengadilan Agama berada pada Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang : 1. Perkawinan, 2. Waris, 3. Wasiat, 4. Hibah, 5. Wakaf, 6. Zakat, 7. Infaq, 8. Sadaqah, dan 9. Ekonomi Syariah, sesuai Pasal 49, Undang-undang Nomor 3 tahun 2006.

Adapun Wilayah hukum suatu pengadilan merupakan kompetensi relatif pengadilan agama yang bersangkutan, yang meliputi wilayah kabupaten atau pemerintahan kota sesuai pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 yang di ubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama yang menyatakan bahwa “Pengadilan Agama berkedudukan di Kotamadya atau di ibukota kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten”.

Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir dengan Undang-undang Nomor 50 tahun 2009, khususnya sebagaimana yang diatur dalam pasal 106 maka Lembaga Peradilan Agama mengalami perubahan-perubahan yang sangat mendasar. Status dan eksistensinya telah pasti, sebab melalui pasal 106 tersebut keberadaan lembaga Peradilan Agama yang dibentuk sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 keberadaannya diakui dan disahkan dengan Undang-undang peradilan ini. Dengan demikian Peradilan Agama menjadi mandiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana ciri-cirinya antara lain hukum acara dilaksanakan dengan baik dan benar, tertib dalam melaksanakan administrasi perkara dan putusan dilaksanakan sendiri oleh pengadilan yang memutus perkara tersebut.

Pengadilan Agama Selatpanjang pada tahun 1970 yang berlokasi di Jalan Amalia Selatpanjang masih berstatus tempat balai sidang/sidang keliling oleh Pengadilan Agama Pekanbaru dan kemudian baru pada tahun 1972 Pengadilan Agama Selatpanjang Resmi dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Agama No. 34 tahun 1972 tanggal 16 Maret 1972.

Pada tahun 1980 Kantor Pengadilan Agama Selatpanjang dipindahkan dan memakai Gedung Balai Latihan Gulat Selatpanjang dan masih berlantaikan tanah pengerasan alias tidak rata. yang terletak di Jalan Diponegoro Selatpanjang dengan status bangunan Kantor Kontrakan dengan ukuran bangunan sekitar 5 X 7 Meter, dan kiri – kanan kantor adalah rumah penduduk keturunan cina.

Kemudian pada tahun 1982 Depertemen Agama RI mengalokasikan anggaran untuk Pembangunan Kantor Pengadilan Agama Selatpanjang dan terealisasi pada tahun itu juga serta dibangun Kantor Pengadilan Agama Selatpanjang yang bertempat di Jalan Yos Sudarso diatas sebidang tanah dengan ukuran 20 X 40 M dengan kondisi Tanah Rawa-rawa, sampai sekarang telah mengalami penambahan ruang sidang dan perbaikan serta rehap ringan, baik dengan anggaran Departemen Agama maupun dengan Anggaran Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis, namun karena konstruksi bangunan kantor terbuat dari Kayu dan berdiri diatas rawa-rawa, sehingga pelayanan prima bagi pencari keadilan kurang dapat terujut, karena dengan kondisi kantor yang terlalu kecil dan lapangan parkir yang tidak ada disamping itu berkas-berkas yang ada selalu dihinggapi/dimakan rayap. maka mau tidak mau harus diupayakan untuk membangun sebuah Kantor Pengadilan Agama Selatpanjang yang representatif dan sesuai standar yang ditetapkan oleh Mahkamah Agung RI.

Dalam tahun 2007, oleh Mahkamah Agung RI dalam DIPA Tahun 2007 Pengadilan Agama Selatpanjang termuat Anggaran untuk mengawali pembangunan sebuah Kantor Baru Pengadilan Agama Selatpanjang sesuai Prototipe yang disahkan oleh Mahkamah Agung RI, namun karena anggaran yang tersedia tidak memadai untuk sampai ke finbising, maka Pembangunan Kantor Baru tersebut dilaksanakan secara bertahap sebanyak tiga tahap dan finising pada tahun 2009.

Sejak tahun 2010 operasional Pengadilan Agama Selatpanjang telah beroperasi dengan nyaman di Gedung Baru Kantor Pengadilan Agama Selatpanjang seperti gambar diatas.

Ketua Pengadilan Agama Selatpanjang sejak pertama kali berdiri adalah sebagai berikut:
1.   Drs. Bukhari Ras tahun 1976 sampai tahun 1980
2.   Drs. Abbas Hasan tahun 1980 sampai tahun 1988
3.   Drs. Taslim tahun 1988 sampai tahun 1998
4.   Drs. Trubus Wahyudi tahun 1998 sampai tahun 2003
5.   Drs. H. Endang Tamawi tahun 2003 sampai tahun 2007
6.   Drs. Nasrul. K., S.H., M.H. tahun 2007 sampai tahun 2010
7.   Dra. Hj. Husni Rasyid, S.H., M.H. tahun 2010 sampai tahun 2011
8.   Drs. Adnan Yus, S.H. tahun 2011 sampai tahun 2014
9.   Drs. Nusirwan, S.H., M.H. tahun 2015 sampai tahun 2018
10. Elidasniwati, S.Ag., M.H. tahun 2018 sampai tahun 2020
11.  Fithtiati AZ, S.Ag tahun 2020 sampai tahun 2020
12.  Dr. Erlan Naofal, S.Ag., M.Ag. tahun 2020 sampai tahun 2021
13. H. Mohamad Mu'min, S.H.I. tahun 2021 sampai tahun 2022 
14. H. Khoirul Huda, S.Ag., S.H., M.H. 2022 sampai sekarang 

 

2. WAKIL KETUA PENGADILAN AGAMA DARI MASA KE MASA

Wakil Ketua Pengadilan Agama Selatpanjang sejak pertama kali berdiri adalah sebagai berikut:

1.    Drs. H. Taufiqurrahman, S.H. tahun 1995 sampai tahun 2006
2.    Drs. Moh. Nur, M.H tahun 2006 sampai tahun 2010
3.    Drs. Samsul Amri, S.H., M.H. tahun 2010 sampai tahun 2012
4.    Drs. A. Karim Basyah tahun 2012 sampai tahun 2014
5.    Drs. H. Daswir, M.H. tahun 2016 sampai tahun 2018
6.    Fithtiati AZ, S.Ag tahun 2018 sampai tahun 2020
7.    Ahmad Syafruddin, S.H.I., M.H. tahun 2020 sampai tahun 2021
8.   Ahmad Patrawan, S.H.I. tahun 2021 sampai tahun 2022
9.   Ridho Setiawan, S.H.I., M.E.Sy tahun 2022 sampai 2023 
10. Novendri Eka Saputra, S.H., M.H. 2023 sampai sekarang

f.       Peradilan Agama sejak satu atap Mahkamah Agung

Pada Mei bulan 1998 di Indonesia terjadi perubahan politik yang radikal dikenal dengan lahirnya Era Reformasi. Konsep Peradilan Satu Atap dapat diterima yang ditandai dengan lahirnya TAP MPR No. X/MPR/1998 yang menentukan Kekuasaan Kehakiman bebas dan terpisah dari Kekuasaan Eksekutif. Ketetapan ini kemudian dilanjutkan dengan diundangkannya Undang-Undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.

Berawal dari Undang-Undang No. 35 Tahun 1999 inilah kemudian konsep Satu Atap dijabarkan dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, yang ditindaklanjuti dengan :

  • Serah terima Pengalihan organisasi, administrasi dan finansial di lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara dari Departemen Kehakiman dan HAM ke Mahkamah Agung pada tanggal 31 Maret 2004.
  • Serah terima Pengalihan organisasi, administrasi dan finansial lingkungan Peradilan Agama dari Departemen Agama ke Mahkamah Agung yang dilaksanakan tanggal 30 Juni 2004

Sebelum lahirnya Undang-Undang No. 4 dan No. 5 Tahun 2004, pembinaan peradilan agama dibawah naungan Departemen Agama, namun setelah lahirnya Undang-Undang tersebut tersebut, pembinaan seluruh lembaga peradilan dilakukan dan berpuncak pada lembaga Mahkamah Agung RI sebagai Lembaga Peradilan Negara Tertinggi.

 

Hubungi Kami

Pengadilan Agama Selatpanjang
Jl. Dorak, Banglas, Kec. Tebing Tinggi,
Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau 28791

(0763) 32220/434000
email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

Lokasi Kantor

Copyright © 2021 TIM IT PA Selatpanjang